Akhbar Makkah, karya Imam Abu Al-Walid Muhammad Al-Azraqi : Kitab Tertua tentang Sejarah Makkah (Bagian 1)

Kitab ini sarat dengan beragam informasi tentang Makkah pada dua abad pertama sejarah Islam. Sehingga bila kita menyelaminya, seakan kita tengah hidup di masa itu, di kota yang amat dicintai Rasulullah SAW.

Makkah adalah sebuah kota yang elok dan memiliki daya tarik tersendiri. Ia merupakan pu­sat perhatian seluruh umat manusia dan berbagai bangsa dalam lintasan gene­rasi sejak beribu-ribu tahun lalu.

Tatkala Nabi Adam Alaihissalam dan Sitti Hawa turun dari surga ke muka bumi, kemudian keduanya dipertemukan Allah Ta’ala di Padang Arafah, Makkah, sejak itulah sejarah manusia dimulai. Dan Mak­kah mendapat porsi yang uta­ma di dalam khazanah agama-agama samawi.

Makkah merupakan landasan turun­nya wahyu pada masa Islam, tempat la­hirnya Nabi Muhammad SAW, dan rukun Islam yang kelima juga menyebutkan posisi Makkah yang di dalamnya ada Ka’bah.

Dalam sejarah penulisan sejarah Islam, Makkah mendapat posisi paling utama untuk menjadi bahan kajian para penulis. Namun agak disayangkan, per­hatian di kalangan penulis muslim baru mewujud pada masa Imam Abu Walid Muhammad Al-Azraqi (w. 250 H/845 M). Sehingga karya Al-Azraqi dianggap se­bagai karya terawal dan tertua yang ber­hasil mendeskripsikan Makkah dengan kacamata sejarah. Memang pada masa itu, fokus perhatian penulis muslim pe­riode awal lebih tertuju pada sejarah pada umumnya atau mengetengahkan hal-hal lain, seperti sejarah Nabi, sejarah peperangan Nabi, periwayatan hadits, dan lainnya, sebagaimana tampak pada karya Ibn Hisyam, Al-Waqidi, Ath-Tha­bari, dan Al-Ya’qubi.

Para peneliti manuskrip mengata­kan, sekalipun ditemui tulisan tentang Makkah sebelum masa Al-Azraqi, tulis­an-tulisan itu tak seutuhnya memapar­kan Makkah secara spesifik seperti yang dilakukan Al-Azraqi. Tulisan itu masih ber­campur dengan materi lainnya, seperti fiqih dan beberapa cabang keilmuan Islam lainnya. Makkah dalam hal ini ha­nya disebut dalam periwayatan suatu hu­kum atau juga asbabul wurud(sebab disabdakannya hadits). Al-Azraqi meng­himpun dari berbagai riwayat itu dengan penekanan Makkah sebagai obyek utama­nya.

Bentuk perhatian yang besar di ka­langan ulama penulis terhadap kesakral­an Makkah pasca-karya Al-Azraqi ba­nyak bermunculan. Dengan berbagai su­dut pandang dan menukil jalur peri­wa­yatan yang banyak diperoleh dari karya Al-Azraqi, para ulama ini aktif dalam penulisan sejarah Makkah secara umum maupun khusus.

Karya-karya itu di antaranya Tarikh Makkah, karya Ibn An-Najjar, Jamharah Ansab Quraisy, karya Az-Zubair bin Bukkar, Akhbar Makkah, karya Al-Fakihi, Fadhail Makkah, karya Al-Khuza’i, Akhbar Makkah, karya Ibn Al-A’rabi, Tarikh Makkah Ibn Mahfuzh As-Subaiki, Syifa al-Gharam, dan Al-‘Iqd ats-Tsamin, karya Al-Fasi.

Dalam muqaddimah yang ditulis mu­haqqiq kitab Ifadah al-Anam bi dzikr Akhbar al-Balad al-Haram, karya ‘Alla­mah Al-Muhaddits Abdullah Al-Ghazi, disebutkan senarai karya yang berte­ma­kan Makkah sejak Al-Azraqi sampai masa abad ke-19, mencapai 47 buah kar­ya. Karya yang terakhir disebut ada­lah kitab Mir`ah al-Haramayn, yang di­susun oleh Ibrahim Rif’at Basya (w. 1353 H/1934 M), pemimpin rombongan haji Mesir kala itu.

Karakter karya Al-Azraqi

Penelitian Al-Azraqi ditujukan kepa­da beberapa aspek yang berkaitan de­ngan Makkah, seperti sejarah, hadits, fi­qih, geografi, hingga politik. Semua su­dut pandang itu dituturkan berbasis in­formasi yang diterima melalui jalur pe­riwayatan.

Al-Azraqi menulis karyanya ini de­ngan sistematis. Dalam sudut kesejarah­an, ia menekankan berita Makkah ber­dasarkan urutan waktu kejadian (haw­liyyat). Ia menceritakan riwayat berda­sarkan hadits tentang telah dicipta­kan­nya Ka’bah di atas air sebelum dicipta­kannya langit dan bumi, pembangunan Ka’bah oleh para malaikat sebelum di­ciptakannya Adam AS, berhajinya Nabi Adam di Baitullah, pembangunan Ka’bah oleh anak-anak Adam, topan besar yang mengandaskan kapal Nabi Nuh di Mak­kah, hingga penyerbuan pasukan Ab­rahah atas Ka’bah di Makkah. Semua ke­jadian ini disusun dengan meng­eks­plorasi riwayat yang ada dan menga­baikan penilaian atau pembenaran ri­wayat-riwayat tersebut.

Aspek hadits juga ditekankan dalam penulisannya. Sebagaimana diketahui, Al-Azraqi hidup pada pertengahan abad ketiga Hijriyah. Masa itu disebut sebagai masa periwayatan. Sehingga dapat kita temui kejeliannya dalam penukilan ri­wayat, sebagaimana tampak dengan ungkapan “haddatsani” (telah membi­carakan denganku), “akhbarani” (telah diberitakan kepadaku), dan “qala li” (telah berkata kepadaku), “anfulan” (dari seseorang), “kataba li fulan” (seseorang telah menulis kepadaku). Metode sanad yang kokoh dalam menetapkan kejadi­an-kejadian ini menjadi rujukan pada masa itu.

Al-Azraqi adakalanya meriwayatkan khabar yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW, atau yang sampai kepada sahabat (mawquf), atau riwayat yang kepada tabi’in (maqthu‘), atau bahkan juga menukil pan­dangan lainnya dalam suatu perma­salahan. Yang ter­penting metode penu­lisan pada masa itu mementingkan jalur yang ma‘tsur, se­hingga terlepas dari pembuatan opini dan argumentasi atas suatu peristiwa. Ia juga tidak melakukan pentarjihan (penyeleksian) di antara per­kataan-perkataan riwayat itu. Sebagai peng­himpun berita, itulah tugasnya.

Setelah itu ia melakukan pembagian bab. Di bawah setiap bab, ia mencan­tumkan hadits-hadits Nabi atau perkata­an-perkataan hikmah sahabat maupun tabi’in. Maka, lengkaplah kitab tentang Makkah ini.

Sebagaimana diketahui, umat Rasul­ullah SAW memiliki kekhasan berkaitan de­ngan mata rantai informasi dan pe­ngetahuan yang disebut sanad. Al-Hafizh Abu Ali Al-Jiyani berkata, “Allah Ta’ala mengkhususkan bagi umat ini tiga perkara yang tidak diberikannya pada umat sebelumnya: sanad, nasab, dan i’rab (perubahan kedudukan kalimat dalam bahasa Arab).” Pada masa se­belum Islam, umat yang hidup di masa itu tidak memperhatikan masalah penu­kilan dan periwayatan dengan metode sanad dan biasa mengetahui para tokoh sanad ini dengan derajat udul (obyektif) dan dhabith (teliti dan kuat hafalan).

Pada sudut fiqih, Al-Azraqi mengha­dirkan materi fiqih yang penting, teru­tama berkaitan dengan ibadah haji. Ia meletakkan judul-judul yang berkenaan dengan fiqih dan memaparkan dalil-dalil yang berkaitan dengan judul.

Sedang sudut pandang geografi, Al-Azraqi memetakan setiap sudut atau tem­pat strategis di Makkah. Ia me­nyebutkan perkiraan jarak antar-ba­ngunan rumah dan masjid, kampung, lem­bah, gunung, dan sebagainya ber­da­sar riwayat-riwayat yang sampai kepada­nya dari para guru­nya. Di sam­ping itu ia juga membeberkan batasan-batasan jarak setiap tempat di Makkah dengan mendetail, seperti me­nyebutkan jarak ru­mah Rasulullah SAW dari Namirah, se­bagaimana riwayat yang diterimanya dari kakeknya, dari Muslim, dari Ibn Juraij, dari Atha‘ RA.

Beberapa jarak dari sekian tempat lainnya adakalanya disebutkan menurut perhitungannya sendiri, sesuai apa yang dilihat di masanya itu, seperti perkata­annya, “Jarak antara Muzdalifah ke Mina, dan batas akhir masjid Mina ke masjid Muzdalifah, adalah dua mil.”

Sudut pandang politik juga diutara­kannya dalam kitabnya ini. Al-Azraqi menyebutkan kondisi Masjidil Haram di masa Nabi SAW dan Khulafaur Rasyidin serta apa saja yang dibuang dalam res­torasi masjid tersebut di masa Umawi dan Abbasi, khususnya perluasan yang berlangsung setahap demi setahap. Ia juga menyebutkan peristiwa hancurnya Ka’bah dan pembangunan
kembali Ka’bah di setiap periode penguasa-pe­nguasa Islam yang memonitor keadaan Ka’bah dan Masjidil Haram.

(Bersambung)

About Hollyati Nita

Check Also

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Karya-karyanya : Pohon yang Bercabang Banyak

Tersebar ke berbagai Penjuru Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan sa­ngat dikenal kealiman dan kewara‘an­nya, sehingga …