Ustadz H.M. Rais Hidayat, S.Pd.I. : Mengasihi Mereka seperti Anak Sendiri

Namanya anak-anak, terkadang sulit dinasihati. Meskipun demikian, mereka harus diperlakukan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Inilah ujian mendidik anak yatim.

Ustadz H.M. Rais Hidayat, S.Pd.I. lahir pada tanggal 16 Agustus 1943.Ketika ia duduk sebagai mahasiswa tingkat akhir di Akademi Koperasi Ja­karta, terjadi tragedi memilukan Gerakan 30 September PKI. Memorinya memang sangat kuat. Di usianya yang sudah memasuki 69 tahun, Ustadz Rais masih ingat betul tragedi berdarah itu. Gerakan yang terjadi pada malam tanggal 30 Sep­tember hingga awal 1 Oktober 1965 itu men­coba melakukan kudeta kepemim­pinan dengan cara kejam. Rais remaja me­nyaksikan sendiri bagaimana kejam­nya PKI.

Menurut Ustadz Rais, tidak menghe­rankan bila anggota PKI yang berpaham atheis atau tidak percaya dengan ada­nya agama dan Tuhan begitu berani meng­­halalkan berbagai cara demi me­wujudkan cita-citanya. Mereka hanya mementingkan kehidupan di dunia tanpa memikirkan bagaimana kelak kehidupan di akhirat.

Orientasi Ustadz Rais kala itu mulai terarah. Sepertinya ia tahu apa yang harus dilakukan. Di usianya yang masih remaja ia ingin menjadi pribadi yang sha­lih secara spiritual dan sosial. Ia mulai mendalami ajaran agama. Di waktu yang bersamaan, ia juga mulai mengajarkan kembali ilmu agama yang dimilikinya agar ilmunya bermanfaat. Kala itu ia mengajar di Yayasan Yatim Piatu Ar-Rohmah, Sentiong, Jakarta Pusat. Ka­rena kecerdasannya, ia juga diberi ama­nah sebagai kepala SDI Ar-Rohmah. Mengajar, sekaligus mengasuh anak-anak yatim, yang begitu dicintainya.

Mendapat Dukungan Sang Istri

Setelah menikahi Dra. Hj. Siti Roh­mah pada tahun 1976, ia justru semakin mantap mengasuh anak-anak yatim, dan sang istri pun mendukung.

Tepatnya dua tahun setelah meni­kah, ia mulai mengasuh anak yatim di ke­diamannya sendiri, saat itu ia masih ting­gal di kawasan Paseban, Jakarta Pusat.

Saat itu ada anak tetangga yang orang­tuanya meninggal. Sofianah nama­nya. Anak tersebut selalu main di rumah Ustadz Rais. Sofianah merasa nyaman dengan perlakuan ramah Ustadz Rais beserta istri. Anak pertama Ustadz Rais meninggal, sehingga kasih sayangnya tercurah kepada Sofianah.

Suatu ketika anak berusia lima tahun itu sakit bisul yang begitu parah. Atas saran salah satu murid Ustadz Rais, dr. Joko, ia membawanya ke Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan. Sofianah pun harus menjalani operasi pengang­katan bisul.

Alhamdulillah, setelah perawatan dan pengobatan, akhirya Sofianah sem­buh total.

Tak dinyana, setelah sembuh Sofia­nah minta tinggal bersama Ustadz Rais. Dan setelah mendapatkan izin dari ne­neknya, yang mengasuh Sofianah, baru­lah ia tinggal di rumah Ustadz Rais.

Sejak itu semakin hari semakin ba­nyak anak asuh Ustadz Rais. Puncaknya pada tahun 2005 kurang lebih sekitar tiga puluh anak yatim tinggal di rumah­nya.

Untuk menertibkan administrasi, Ustadz Rais membentuk yayasan ber­nama Qurrota A’yun.

Dengan jumlah anak yatim sebanyak itu, ia mengalami sedikit hambatan, baik tenaga maupun materi. Maklum, donator masih sedikit. Maka, ia harus merogoh kocek pribadi.

Di rumah, ia juga membuka usaha sembako. Sementara istrinya, PNS, juga rela membagi rizqinya untuk biaya ope­rasional perawatan anak-anak asuhnya.

Syukurlah, kini kedua anaknya telah menikah dan hidup mandiri. Sementara putranya yang bungsu kini tengah kuliah di Al-Azhar, Mesir.

Sejak tahun 2009 hingga kini, mere­ka membatasi hanya sepuluh anak asuh yang bisa tinggal di Yayasan Qurrota A’yun. Ustadz Rais ingin, anak-anak asuh­nya mendapatkan fasilitas dan pendidikan yang memadai sehingga bisa menjadi anak yang berguna. Anak-anak asuhnya disekolahkan hingga tingat SMA.

Anak-anak asuhnya tidak hanya terdiri dari anak yatim. Ada anak yatim, piatu, dan dhuafa. Ada juga anak telantar yang keluarganya berantakan.

Tidak Mengharapkan Balasan

Tentu banyak suka dan duka yang dialami Ustadz Rais dalam mengasuh mereka. Namanya anak-anak, terka­dang ada saja tingkahnya. Misalnya  eng­gan bersih-bersih dan menjaga ke­bersihan. Padahal ini untuk kepentingan mereka sendiri. Bukankah kebersihan itu sebagian dari iman? Namun Ustadz Rais tetap bersabar dan menasihati mereka dengan penuh kasih sayang. Perlakuan­nya seperti ayah kepada anak. Tidak per­nah ia berlaku keras, apalagi melaku­kan kekerasan fisik.

Bila memasuki awal bulan, Ustadz Rais mulai mengatur agar anak-anak asuhnya bisa membayar SPP. Karena keterbatasan ekonominya, tidak jarang mereka harus menunggak beberapa hari. Namun Ustadz Rais yakin, Allah SWT Maha Pemberi rizqi, dan akan ada jalan keluar.

Benar saja, Allah SWT selalu mem­beri­kan rizqi dari pintu yang tidak pernah ia duga, sehingga ia bisa memenuhi ke­butuhan anak-anak.

Sementara sukanya tidak kalah ba­nyak. Sambil tersenyum Ustadz Rais mengisahkan bahwa setiap hari ia me­rasa senang mendidik dan mengajar langsung anak-anak. Di aula rumahnya, ia sendiri yang mengajarkan pendidikan agama. Apalagi kalau mereka mengerti dan menunjukkan prestasi yang mem­banggakan.

Suatu ketika, di tengah-tengah acara ada seorang pemuda yang menyalami­nya. Ia pun tersenyum karena pemuda itu tersenyum dan menanyakan kabar­nya dengan ramah, ketika itu juga ia me­lihat bahwa pemuda itu meninggalkan amplop di telapak tanganya.

Ketika ditanya apa maksudnya, pe­muda itu bilang bahwa ia pernah diasuh oleh Ustadz Rais. Maklum, begitu ba­nyak anak asuh mereka yang telah ke­luar dan sukses. Ia sampai lupa dengan wajah dan identitasnya. “Sebetulnya bukan ini yang kami harapkan. Mereka masih mengenal kami saja kami sangat senang. Apa yang diberikan oleh mereka kami anggap bonus tersendiri,” kata Ustadz Rais.

Lebih dari itu, ada beberapa di alum­ninya yang kini sudah bekerja dan me­miliki penghasilan cukup besar kerap mengunjungi Yayasan Qurrota A’yun. Mereka sering menyantuni adik-adiknya yang kini tinggal di yayasan tempat mereka dulu tinggal. Tidak lupa mereka juga kerap memberikan sesuatu kepada keluarga Ustadz Rais. Itu termasuk ung­kapan syukur dan terima kasih mereka.

Ketika ditanya harapannya, dengan wajah berseri Ustdaz Rais mengatakan bahwa ia ingin agar semua anak asuh­nya menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan agama. Mandiri, tidak ber­gantung kepada orang lain.

About Hollyati Nita

Check Also

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Karya-karyanya : Pohon yang Bercabang Banyak

Tersebar ke berbagai Penjuru Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan sa­ngat dikenal kealiman dan kewara‘an­nya, sehingga …